Mengenang "Nenek Moyang" Gunung Api di Sumatera Bagian Utara

Gambar 1. Tektonik Pulau Sumatera dengan zona subduksi oblique di bagian barat dan Sesar Sumatera di bagian tengah. Terdapat jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang mengikuti zona penunjaman lempeng (Van Gorsel, 2018).

Pulau Sumatera mempunyai jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari Aceh hingga Lampung. Setiap provinsi yang dilintasi oleh Bukit Barisan setidaknya mempunyai minimal satu gunung api aktif, itulah fakta yang kita lihat hari ini.

Tapi pernahkah anda berpikir, sejak kapan gunung api pertama kali hadir di Pulau Sumatera? Mungkin bagi anda informasi ini tidak menarik atau mungkin tidak penting bagi kehidupan anda, tapi ya sudahlah, daripada saya gabut mending saya nulis konten 😎.
Gambar 2. View Gunung Bekulap, salah satu gunung api purba di Sumatera Utara yang berlokasi di Desa Pamah Semilir,Telagah, Kabupaten Langkat. Gunung ini pernah aktif pada Kala Pleistosen.

Ok, Kali ini saya akan membahas mengenai gunung api tertua yang berada di  kawasan Sumatera bagian utara. Kawasan ini mencakup wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Saat ini kedua provinsi ini mempunyai beberapa gunung api aktif seperti Sibayak, Sinabung, Seulawah Agam, Geureudong, dsb. Kehadiran jajaran gunung api aktif ini tidak terlepas dari kondisi tektonik Pulau Sumatera yang berada pada zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah Lempeng Eurasia.
Gambar 3. Penampang melintang subduksi Pulau Sumatera dengan penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia (Van Gorsel, 2018).

Subduksi ini menghasilkan dorongan lempeng ke arah bawah dan mengubah fase batuan penyusunnya dari kondisi padat ke kondisi cair yang kemudian mengalami diaphirisme ke arah atas dan menghasilkan jajaran gunung api di permukaan. Pulau Sumatera tersusun oleh tiga lempeng mikro yang terdiri dari Lempeng Mikro Mergui (Sibumasu), West Sumatera, dan Woyla. Kawasan Sumatera bagian utara didominasi oleh susunan batuan yang berasal dari Lempeng Mikro Mergui di bagian timur, serta Woyla dan West Sumatera di bagian barat.
Gambar 4. Lempeng-lempeng mikro penyusun Pulau Sumatera (Barber dan Crow, 2009).

Lempeng Mikro Mergui membawa dua formasi batuan dasar yang teridentifikasi sebagai Formasi Bahorok dan Formasi Kluet (Grup Tapanuli) berusia Permian-Carboniferous (320-280 jt tahun). Formasi Kluet tersusun oleh lithologi slate, filit, meta-arenit kuarsa, dan meta-batugamping, sedangkan pada Formasi Bahorok tersusun oleh meta-pebbly mudstone, metawacke, meta-batu lanau, meta-konglomerat, dan meta-arenit kuarsa. Kedua formasi ini melampar cukup luas di Sumatera bagian utara.

Pada beberapa lokasi, formasi ini muncul sebagai singkapan, sehingga memudahkan para ahli geologi dalam mengidentifikasinya. Endapan dari kedua formasi ini mengindikasikan lingkungan fluvio-glacial yang terbentuk pada iklim kutub. Indikasi ini memberi petunjuk bahwa dua formasi ini terbentuk pada wilayah yang jauh dari garis khatulistiwa. Pada Kala Permian Akhir (260-254 jt tahun silam), terjadi vulkanisme besar-besaran di bumi, subduksi terjadi di sepanjang Benua Pangea dari belahan bumi selatan hingga utara. Vulkanisme besar-besaran ini menghasilkan endapan piroklastik dan lava yang cukup tebal di berbagai tempat.
Gambar 5. Rekonstruksi tektonik Benua Pangea dengan zona subduksi yang memanjang dari arah utara ke selatan (https://www.britannica.com).

Formasi Bahorok dan Kluet ikut merekam kejadian ini dimana kedua formasi tersebut masih berada di tempat awal pengendapannya. Lithologi kedua formasi menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal, korelasi batuan yang serupa ditemukan di India dan Australia, sehingga dapat disimpulkan bahwa Formasi Kluet dan Bahorok terbentuk di bagian selatan bumi. Kedua formasi ini merupakan bagian Benua Gondwana yang dihasilkan dari pecahnya Pangea pada Kala Trias Akhir (208-200 jt tahun silam), selanjutnya Benua Gondwana ini terpecah lagi pada Kala Jurassic Awal (200-160 jt tahun silam), masing-masing pecahannya menghasilkan Kontinen Australia, India, Afrika, Amerika Selatan dan Antartika.
Gambar 6. Pemisahan Benua Pangea yang membagi bagian utara sebagai Laurasia dan bagian selatan sebagai Gondwana. Benua Gondwana menjadi cikal bakal terbentuknya Anak Benua India, Benua Afrika, Australia, Amerika Selatan, dan Antartika dimana sebagian fragmennya membentuk batuan dasar di Pulau Sumatera (Casadevall, 2017).

Kemudian, kelima kontinen ini bergerak menjauh satu sama lain, Australia dan Afrika bergerak ke arah timur laut, Anak Benua India ke arah utara, Amerika Selatan ke arah barat, dan Antartika ke arah selatan. Dari pergerakan kelima kontinen tersebut, Anak Benua India mempunyai pergerakan paling cepat ke arah utara, hingga pada Kala Eosen (50 jt tahun silam), Anak Benua India yang bergerak dari selatan ke utara mulai menabrak Asia. Efek tabrakan Anak Benua India terhadap Asia menghasilkan energi besar tektonik kolisi yang direpresentasikan dalam bentuk peristiwa orogenesis dan ekstrusi tektonik.
Gambar 7. Proses kolisi Anak Benua India dengan Lempeng Eurasia dari Kala Eosen (50 jt tahun silam) hingga saat ini (Rodyen dkk., 2008).

Peristiwa orogenesis menghasilkan jajaran Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet, sedangkan peristiwa ekstrusi tektonik membuat efek pembentukan mega sesar di sepanjang Daratan China, Semenanjung Indo-China, dan Sumatera. Sesar-sesar super besar ini menggeser tatanan kontinen yang sebelumnya ada, formasi batuan yang di bawa Anak Benua India juga ikut berpencar, sebagian susunan batuannya tergeser ke arah tenggara. Peristiwa inilah yang menjadi penyebab terpindahnya Formasi Bahorok dan Kluet dari posisi awalnya di selatan bumi hingga sampai di garis khatulistiwa dan menjadi salah satu batuan dasar penyusun Pulau Sumatera.
Gambar 8. Sebaran zona sesar besar yang dihasilkan di Semenanjung Indo-China dan Pulau Sumatera akibat kolisi Anak Benua India dengan Lempeng Eurasia ditunjukkan oleh garis-garis hitam (Metcalfe, 2017).

Rock et al. (1982) melaporkan adanya temuan endapan laut tufan dan lava basaltik di kawasan Aceh Tengah. Endapan laut tufan ini mempunyai korelasi umur yang sama dengan Formasi Bahorok. Tidak disebutkan secara pasti endapan laut ini termasuk dalam formasi apa, namun jika peta sebaran endapan laut tufan ini dioverlay dalam Peta Geologi Lembar Takengon (Cameron et al., 1983), dihasilkan titik lokasi yang sama dengan sebaran Formasi Kluet pada arah baratlaut Danau Laut Tawar, terapit oleh produk Gunung Geureudong dan Peut Sagoe berusia Resen. Lava basaltik ditemukan di dekat endapan laut tufan berada di sebelah timur Zona Sesar Samalanga-Sipopok, berkorelasi dengan batuan sedimen dari Grup Peusangan yang diendapkan di atas Formasi Kluet (Grup Tapanuli) secara selaras.
Gambar 9. Peta Geologi Lembar Takengon (Cameron dkk., 1983).

Gambar 10. Lokasi penemuan endapan laut tufan dan lava basaltik berusia Permian-Trias di Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam.

Lapisan lava ini menunjukkan tekstur porfiritik, menyisip dalam lapisan sedimen gamping dan filit berusia Permian-Trias (254-250 jt silam). Produk vulkanik yang seusia dengan dua sampel batuan di Aceh Tengah juga ditemukan di Wilayah Mandailing Natal, tepatnya di sebelah tenggara Gunung Sorik Marapi, secara stratigrafi produk ini dimasukkan dalam Anggota Pawan Formasi Panti (dalam jurnal Rock et al., 1982) atau Formasi Silungkang dalam Peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping (Rock et al., 1983). Formasi Silungkang merupakan salah satu formasi dari Grup Peusangan yang diendapkan di atas Grup Tapanuli, lithologinya disusun oleh batu gamping, meta-tufa, dan meta-gunungapi basa berusia Permian-Trias (254-250 jt silam).
Gambar 11. Peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping (Rock dkk., 1983), batuan meta-gunungapi basa dan meta-tufa berusia Permian-Trias dimasukkan dalam kelompok Formasi Silungkang.

Gambar 12. Lokasi penemuan batuan meta-gunungapi basa dan meta-tufa berusia Permian-Trias (254-250 jt tahun silam).

Penamaan kata "meta" ditambahkan untuk mempertegas kondisi batuan yang telah mengalami ubahan pada sebagian mineralnya, terkhusus pada bagian fenokris dari batuan bertekstur porfiritik. Batuan meta-gunungapi yang teridentifikasi mengandung plagioklas, epidot, amfibol, klorit, allanit, dan kuarsa. Bukti-bukti hadirnya produk gunungapi dari ketiga lokasi di atas menunjukkan kesamaan waktu yang terasosiasi pada Zaman Permian (300-250 jt tahun). Produk vulkanik ini juga merupakan produk vulkanik tertua yang ditemukan di Sumatera bagian utara, sehingga dapat disimpulkan bahwa produk ini merupakan produk dari "nenek moyang" gunungapi di Sumatera bagian utara. Meskipun pusat erupsi dan bekas morfologi gunungapinya tidak lagi dapat diidentifikasi karena usianya yang terlalu tua, tetapi setidaknya kehadiran beberapa sampel produk vulkanik ini dapat memberi petunjuk kehadiran gunungapi tersebut di masa lalu.

Sekian dulu konten kali ini, vulkanisme di Sumatera bagian utara mempunyai sejarah yang sangat panjang, dimulai dari Zaman Permian hingga saat ini. Rock et al. (1982) membagi fase vulkanisme di Sumatera bagian utara dalam 4 episode yakni Paleozoikum, Mesozoikum, Tersier, dan Kuarter. Fase yang panjang ini menciptakan endapan vulkanik yang sangat tebal, endapan-endapan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia, seperti industri pertambangan, lahan pertanian, bahan konstruksi, dsb.

Sumber:
-Barber, A. J. & Crow, M. J. (2009). Structure of Sumatra and its implications for the tectonic assembly of Southeast Asia and the destruction of Paleotethys. Journal of Island Arc 18: 3-20, 17 Februari 2009, https://doi.org/10.1111/j.1440-1738.2008.00631.x
-Cameron dkk. (1983). Peta Geologi Lembar Takengon, Sumatra, Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi: Bandung.
-Casadevall dkk. (2017). Continental Drift and Speciation of the Cryptococcus neoformans and Cryptococcus gattii Species Complexes. Journal of American Society for Microbiology 2, 21 April 2017, https://doi.org/10.1128/mSphere.00103-17.
-Gorsel, V. (2018). Bibliography of The Geology of Indonesia And Surrounding Areas Edition 7.0. Jakarta: Vangorselist.
-Metcalfe, I. (2017). Tectonic evolution of Sundaland. Bulletin of the Geological Society of Malaysia 63: 27-60, Juni 2017, DOI: 10.7186/bgsm63201702.
-Rock dkk. (1982). Permian to recent volcanism in Northern Sumatra, Indonesia: A Preliminary study of its distribution, chemistry, and peculiarities. Bulletin of Volcanology 45(2):127-152, Juni 1982, DOI: 10.1007/BF02600429.
-Rock dkk. (1983). Peta Geologi Lembar Lubuk Sikaping, Sumatra, Skala 1: 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi: Bandung.
-Royden dkk. (2008). The Geological Evolution of the Tibetan Plateau. Journal of Science 321: 1054-1058, 22 Agustus 2008, DOI: 10.1126/science.1155371.
-https://www.britannica.com, diakses pada 10 Juni 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emas di Belantara Hutan Banurea, Sisa Gunung Api Purba yang Terlupakan

Sibayak dan Segala Kenangannya: Sepenggal Kisah Mengenai Kaldera Singkut.

Catatan Perjalanan 21-25 Desember 2015: Erupsi Eksplosif Maninjau Purba