Menyingkap Misteri dari Puncak Tertinggi Sumatera Utara

Gambar 1. Pemandangan Gunung Sinabung yang terlihat dari Simpang Empat, Karo, Sumatera Utara. Foto diambil sebulan setelah erupsi 9 Juni 2019. Erupsi Sinabung 2019 menghasilkan kolom abu setinggi 7 km yang bergerak ke arah selatan.

Tumbuh dan hancur silih berganti dalam episode gunung api. Keduanya mewakili fase efusif dan eksplosif, terkhusus pada busur gunung api yang terhubung dengan konvergensi zona subduksi. Sinabung yang gagah menerima predikat sebagai kaki langit tertinggi di Sumatera Utara, kini tak lagi menyandang predikat tersebut. Erupsinya yang tergolong intensif dalam 10 tahun terakhir menjadi penyebab berkurangnya ketinggian gunung ini. Tekanan magma yang terus medorong di bawah permukaan menyebabkan runtuhnya dinding kawah setinggi 9 m yang kemudian berevolusi membentuk guguran awan panas. Puncak yang dahulu berada pada 2460 mdpl, kini berkurang menjadi 2451 mdpl.
Gambar 2. Hasil pengamatan citra Landsat aliran piroklastik Sinabung dari tahun 2007 sampai 2017 (Prima dkk., 2007). Aliran piroklastik (warna merah muda) terlihat cenderung mengalir mengikuti bukaan kawah ke arah tenggara. Aliran piroklastik dapat terbentuk dari mekanisme erupsi langsung atau berasal dari runtuhan kubah dan dinding kawah.

Posisi Sinabung sebagai gunung tertinggi di Sumatera Utarapun kemudian digantikan oleh sebuah gunung yang berada 10 km pada arah barat laut Kaldera Toba, atau 17 km di sebelah timur zona Sesar Semangko yang membelah bagian tengah Pulau Sumatera. Gunung itu bernama "Sibuatan", sebuah gunung api dorman tipe strato yang mempunyai ketinggian 2457 mdpl.
Gambar 3. Lokasi Gunung Sibuatan dalam citra Google Earth. Gunung Sibutan berada pada koordinat 2°55'5.61"N, 98°25'24.03"E dan terletak diantara dua kabupaten, yakni Karo dan Dairi, Sumatera Utara.

Tak banyak ahli vulkanologi yang membahas mengenai gunung ini. Bukti vulkanisme yang minim, ditambah lebatnya vegetasi di kawasan Sibuatan menjadi alasan tersendiri sulitnya menguak misteri yang menyelimuti gunung ini. Bahkan dalam Peta Geologi Lembar Sidikalang (Aldiss dkk., 1983), kawasan Sibuatan hanya dipetakan sebagai formasi batuan metamorf Pra-Tersier. Padahal seharusnya kawasan ini dipetakan sebagai wilayah dengan sebaran produk vulkanik.
Gambar 4. Peta Geologi Lembar Sidikalang (Aldiss dkk., 1983). Kawasan Gunung Sibuatan dimuat sebagai Formasi Kluet berusia Permo-Karbon dengan lithologi Metawacke, Batu Sabak, dan Filit.

Aldiss & Ghazali (1984) kemudian melakukan penelitian lebih rinci terkait geologi regional kawasan Kaldera Toba. Dalam jurnalnya, mereka memuat produk piroklastik jatuhan Sibuatan sebagai produk Post-Toba Tuffs berusia K-Ar ± 30.000 tahun. Piroklastik jatuhan Sibuatan mempunyai karakteristik kompak, berwarna abu-abu, terpilah buruk, dan berlapis membentuk ketebalan 5 m. Laporan lainnya yang dimuat dalam jurnal tersebut adalah adanya temuan beberapa dome dan summit-fissure dengan sebaran lava dan piroklastik berkomposisi riolitik (SiO2 > 60%) pada tubuh Gunung Sibuatan.
Gambar 5. Peta Geologi Kawasan Kaldera Toba (Aldiss & Ghazali, 1984). Pemetaan yang lebih rinci cakupannya memberi hasil yang lebih baik. Peta ini memuat produk vulkanik Sibuatan yang tersebar pada arah barat laut Kaldera Toba dan digolongkan sebagai salah satu kerucut Post-Toba Tuffs.

Stauffer dkk. (1980) juga melaporkan adanya sebaran abu vulkanik riolitik berusia 30.000 tahun yang tersebar di beberapa lokasi di Malaysia. Stauffer awalnya menduga sebaran abu ini bersumber dari erupsi supervulkano Toba. Namun, dugaan ini dikoreksi oleh Aldiss & Ghazali (1984) dalam jurnalnya, hasil dating K-Ar dari episode syn-caldera Toba termuda tidak berkorelasi dengan angka 30.000 tahun, melainkan 100.000 tahun (meskipun akan dikoreksi kembali dalam Chesner & Rose (1990) menjadi 74.000 tahun). Berdasarkan hasil dating ini, dapat disimpulkan bahwa abu vulkanik riolitik di Malaysia tersebut tidak bersumber dari Kaldera Toba, melainkan Sibuatan.
Gambar 6. Lokasi sebaran abu vulkanik berusia 30.000 tahun di Malaysia (Stauffer dkk., 1980) ditunjukkan oleh lingkaran kosong. Abu vulkanik ini diperkirakan bersumber dari Gunung Sibuatan.

Enam tahun berselang, Debaveye dkk. (1986) melakukan penelitian pada beberapa singkapan tipis abu vulkanik di Kedah, Malaysia, tepat di sepanjang teras Sungai Padang Terap. Singkapan tipis abu vulkanik tersebut mengandung fragmen glass shard dan pumice berukuran maksimum 1,2 hingga 2 mm. Berdasarakan pengamatan mikroskopis, terdapat 3 jenis abu vulkanik pada kawasan ini, masing-masing abu vulkanik dibedakan berdasarkan morfologinya, yakni morfologi arcuate (U dan Y) dengan tekstur vesikuler, morfologi lempengan tipis dan sedikit melengkung, dan morfologi tabung dengan tekstur berserat.
Gambar 7. Penampang melintang lokasi temuan lapisan abu vulkanik di Sungai Padang Terap (Debaveye dkk., 1986). Lapisan abu vulkanik ini tersingkap tepat di bagian teras sungai.

 
Gambar 8. Hasil pengamatan SEM sampel abu vulkanik dari kawasan Padang Terap (Debaveye dkk., 1986). Abu vulkanik di kawasan ini cenderung berukuran lanau hingga pasir. Fragmennya dominan membusur menunjukkan transportasi abu vulkanik yang cukup jauh, tekstur berongga hadir sebagai jejak gas saat abu masih berada dalam kondisi cair.

Hasil analisis geokimia menunjukkan bahwa abu vulkanik di Padang Terap mempunyai komposisi riolitik dengan nilai SiO2 mencapai 75 %, mengandung kristal kuarsa, plagioklas, sanidin, dan hornblende. Hasil plot diagram SiO2 vs K2O (Hutchison, 1982) menunjukkan bahwa abu vulkanik Padang Terap tergolong dalam kelompok kalk-alkali tinggi potassik. Meski belum dapat dipastikan sumber asal dari abu vulkanik ini, hasil analisis geokimia dapat memberi sedikit petunjuk. Abu vulkanik Padang Terap dapat dicocokkan dengan produk Toba termuda 74.000 tahun silam, atau Sibuatan 30.000 tahun silam berdasarkan kesamaan persentase komponen kimia penyusunnya.
Gambar 9. Tabel hasil perhitungan elemen mayor pada sampel abu vulkanik dari kawasan Padang Terap (Debaveye dkk., 1986). Kandungan SiO2 menunjukkan bahwa abu vulkanik ini berkomposisi riolitik yang secara keseluruhan banyak mengandung mineral hydrous.

Gambar 10. Hasil plot sampel abu vulkanik Padang Terap dalam diagram SiO2 vs K2O (Hutchison, 1982). Abu vulkanik Padang Terap tergolong dalam kelompok kalk-alkali tinggi potassik (Debaveye dkk., 1986).

Untuk memastikan hal tersebut, dibutuhkan analisis umur K-Ar untuk abu vulkanik Padang Terap. Sayangnya, Debaveye dkk. (1986) belum memberi penjelasan mengenai umur absolut dari singkapan yang dianalisisnya. Satu-satunya petunjuk umur yang dijelaskan dalam jurnalnya adalah umur relatif berdasarkan korelasi abu vulkanik Padang Terap dengan batuan sedimen berusia Pleistosen Akhir yang berada di sekitanya.
Berdasarkan interpretasi citra satellite, Sibuatan terlihat mempunyai bukaan kawah ke arah utara, relief bergelombang dengan bentuk irreguler memberi indikasi erosi yang masif di kawasan ini, hal ini sejalan dengan waktu erupsi yang telah berakhir cukup lama.
Gambar 11. Hasil interpretasi pengamatan citra satellite menggunakan Google Earth. Kawah Sibuatan (kawasan dalam garis merah) terlihat mempunyai arah bukaan ke utara (garis biru). Sibuatan mulai kehilangan morfologinya sebagai suatu gunung api, hal ini disebabkan oleh waktu erupsi yang sudah berakhir cukup lama ditambah intensifnya proses erosi di kawasan ini.

Saat ini, ada satu pertanyaan besar melekat di pikiran saya, "apakah Sibuatan dan Toba terkait erat dalam satu kamar magma?". Pertanyaan ini muncul begitu saja di kepala saya. Lihatlah bagaimana kehadiran kerucut Tandukbenua di utara, kerucut Singgalang di timur laut, kerucut Pusukbuhit di barat, serta kubah lava Samosir dan Pardepur di tengah Kaldera Toba.
Gambar 12. Peta DEM Kaldera Toba dan beberapa kerucut vulkanik serta kubah lava di sekitarnya, terdiri dari Singgalang, Sipiso-piso, Pusukbuhit, dan beberapa kubah lava di Pulau Samosir dan Pardepur (Mucek dkk., 2017).

Semuanya mempunyai produk yang lebih muda dari Toba. Chesner (2012) telah membuktikan bahwa seluruh kerucut dan kubah lava tersebut masih terkait dengan vulkanisme Toba berdasarkan analisis geokimia produknya.  Tren diagram SiO2 vs Total alkali dari tiap produk kerucut ini juga mempunyai kemiripan dengan Toba, sehingga dimasukkan sebagai produk Post-Caldera YTT (<74.000 tahun). Berdasarkan fakta tersebut, bukan tidak mungkin Sibuatan juga mempunyai hubungan erat dengan Kaldera Toba. Apalagi gunung ini hanya berjarak 10 km di tepi dinding barat laut Kaldera Toba.
Gambar 13. Perbandingan tren produk Toba dengan kerucut post YTT pada diagram SiO2 vs Na2O + K2O yang menunjukkan adanya kemiripan (Chesner, 2012).

Gunung Sibuatan saat ini tidak lagi menunjukkan adanya gejala keaktifan. Hanya ada sedikit evidence yang bisa menceritakan pada kita mengenai bukti vulkanisme Sibuatan di masa lalu, yakni kehadiran morfologi dome, summit-fissure, dan produknya yang berusia 30.000 tahun, masih banyak misteri yang harus dipecahkan dari gunung ini. Hal ini tentu dapat membuka peluang penelitian bagi para geosaintis yang tertarik dengan dunia vulkanologi. Sekian dulu tulisan kali ini, semoga bermanfaat.

Sumber:
-Aldiss dkk. (1983). Peta Geologi Lembar Sidikalang, Sumatra, Skala 1: 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
-Aldiss & Ghazali. (1984). The regional geology and evolution of the Toba volcano-tectonic depression, Indonesia, Journal of the Geological Society 1984; v. 141; p. 487-500.
-Chesner, C. A. (2012). The Toba caldera complex. Q. Int. 258, 5–18. doi: 10.1016/j.quaint.2011.09.025
-Debaveye dkk. (1986). Quaternary volcanic ash deposits in the Padang Terap District, Kedah,
Peninsular Malaysia. GEOSEA V Proceedings Vol. 1, Geol. Soc. Malaysia, Bulletin 19, April 1986; pp. 533-549.
-Prima dkk. (2017). Analysis of the Pyroclastic Flow Deposits of Mount Sinabung and Merapi Using Landsat Imagery and the Artificial Neural Networks Approach. Appl. Sci. 2017, 7, 935; doi:10.3390/app7090935.
-Stauffer dkk. (1980). Volcanic ash in Malaya from a catastrophic eruption of Toba, Sumatra, 30.000 years ago. In: Phys. Geol. Indonesian Island Arc, 156-164.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emas di Belantara Hutan Banurea, Sisa Gunung Api Purba yang Terlupakan

Sibayak dan Segala Kenangannya: Sepenggal Kisah Mengenai Kaldera Singkut.

Catatan Perjalanan 21-25 Desember 2015: Erupsi Eksplosif Maninjau Purba